Ujian nasional atau UN untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) mengukir sejarah dengan ekspansi ujian berbasis komputer (UNBK) hingga mencakup 83% peserta (3.581.169) yang berasal dari 43.833 sekolah. Pada tahun 2019, tujuh provinsi telah menyelenggarakan UNBK jenjang SMP 100%. Sebanyak 22 provinsi menyelenggarakan UNBK jenjang MTs 100%, sedangkan ujian paket B terselenggara UNBK 100% di 33 provinsi.
Ekspansi atau Perluasan penyelenggaraan UNBK tersebut diiringi dengan kenaikan nilai sekolah-sekolah penyelenggara UNBK dibanding tahun 2018. "Kenaikan nilai tertinggi terjadi pada mata pelajaran Matematika," disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Totok Suprayitno, di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
"Tren (kecenderungan, pdn.) rerata kenaikan nilai murni di SMP negeri sebanyak 1,67 poin, sedangkan SMP swasta sebanyak 2,11 poin. Kemudian MTs negeri sebanyak 1,58 poin, sedangkan MTs swasta sebanyak 1,34 poin," tambah Totok Suprayitno.
Untuk pendidikan kesetaraan yaitu Paket B atau Wustho, terjadi peningkatan jumlah peserta UNBK dari 79,639 ribu peserta (2018) menjadi 118,885 ribu (2019). Nilai rerata UN untuk mata pelajaran Matematika naik 1,32, sedangkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meningkat 0,36 poin. "Berdasarkan distribusi nilai, terlihat perbedaan profil peserta 2019 dibandingkan tahun 2018 adalah bertambahnya peserta didik dengan rerata nilai kurang dari 40," jelas Totok.
Koreksi nilai terjadi pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan ujian nasional berbasis kertas dan pensil (UNKP) pada tahun 2018 dengan indeks integritas ujian nasional (IIUN) rendah yang kemudian beralih menjadi sekolah penyelenggara UNBK di tahun 2019. "Sekolah-sekolah yang IIUN rendah tersebut terkoreksi nilainya hingga 12,20 poin. Namun, sekolah-sekolah UNKP dengan IIUN tinggi meningkat sebesar 0.31 poin," ujar Kepala Balitbang.
“Dengan UNBK refleksinya menjadi lebih jernih. Kelemahannya di mana, kekuatannya di mana, dari setiap mata pelajaran itu diketahui. Bayangkan, kalau dengan kecurangan, siswa itu sebenarnya tidak bisa menjawab soal itu, tetapi seolah-olah bisa mengerjakan. Sehingga tidak dapat intervensi yang diperlukan. Harusnya gurunya masih perlu dilatih, tetapi tidak,” jelasTotok.
Irjen Kemendikbud Muchlis Rantoni Luddin menyatakan bahwa sepanjang pelaksanaan UN SMP/sederajat tahun 2019, Pos Pengaduan Itjen menerima 86 laporan dari masyarakat. Namun, setelah ditelusuri dan dilakukan pemeriksaan/verifikasi di lapangan, hanya 55 kasus yang dapat ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku. "Dari 55 kasus ini terbagi dua. Ada tiga siswa melanggar pada dua mata pelajaran sekaligus. Dan ada 52 siswa melanggar pada satu mata pelajaran," tutur Irjen.
Selanjutnya, Irjen Muchlis merekomendasikan sanksi sesuai aturan yang berlaku dan bobot kesalahannya. Selain kepada siswa, sanksi juga akan diberikan kepada pengawas, proktor, dan kepala sekolah penyelenggara ujian nasional yang ditemukan praktik kecurangan. Dan untuk pertama kalinya, Kemendikbud memberikan nilai nol bagi peserta didik yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sementara itu, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi mengapresiasi peningkatan UNBK pada jenjang SMP/sederajat. Hasil UN menjadi semakin kredibel dan berintegritas sehingga bisa digunakan untuk menjadi dasar perbaikan, khususnya untuk memenuhi standar minimal yang ditetapkan. UNBK menjadi faktor pengkoreksi (correcting factor) bagi UNKP, sedangkan posisi UNBK menjadi pengkoreksi hasil ujian sekolah. “Hasil UN dapat menggambarkan kondisi riil peserta didik kita,” kata Bambang.
Ujian ulangan bagi peserta UN yang terbukti melakukan kecurangan dilakukan pada tanggal 12 Juni 2019, secara teknisnya akan dilaksanakan oleh Puspendik dengan moda UNBK. Hal ini sesuai dengan prinsip edukatif yang diterapkan dalam penyelenggaraan UN Tahun 2019. “Sebagai salah satu bentuk penerapan sanksi, siswa yang terbukti melakukan kecurangan, nilainya ditangguhkan sampai dengan peserta didik selesai melakukan ujian ulangan. Jadi belum bisa diumumkan saat ini,” tutur Bambang.
Dijelaskan oleh Bambang Suryadi, bahwa Sertifikat Hasil UN (SHUN) hanya diterbitkan satu kali. Sehingga bagi peserta yang melakukan pelanggaran, SHUN-nya akan diterbitkan setelah ujian ulangan.
Follow Up Hasil UN
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendorong agar hasil ujian nasional dapat menjadi data landasan perbaikan pembelajaran. Informasi hasil ujian nasional selama lima tahun terakhir (tahun 2015 sampai 2019) dapat diketahui oleh masyarakat melalui laman http://puspendik.kemdikbud.go.id/hasilun. Informasi yang ditampilkan cukup beragam, di antaranya gambaran umum capaian satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional yang dapat dilihat dari statistik umum.
Sedangkan informasi detail tentang capaian di setiap butir soal juga dapat dipelajari dari laman tersebut. "Informasi yang tersedia dapat menjadi refleksi atau umpan balik bagi pembelajaran di setiap satuan pendidikan serta landasan kebijakan berorientasi mutu," kata Totok.
Setiap tahun, menurut Totok, hasil UN diberikan sampai level analisis capaian butir soal. Hal ini bermanfaat untuk mendiagnosa kelemahan pembelajaran. "Peta diagnosa hasil UN di suatu zona, dapat digunakan untuk mengatur strategi peer teaching dalam satu zona. Peer teaching tersebut berguna untuk memperbaiki strategi pembelajaran di kelas," terangnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas), Harris Iskandar menyatakan akan segera melakukan item analysis dengan Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang untuk menetapkan strategi perbaikan. “Kami mohon dari GTK, karena ini para tutornya juga banyak yang belum mendapatkan pelatihan higher order thinking skills. Mudah-mudahan dari sini kita segera bisa menyelesaikannya,” tuturnya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano menjelaskan dengan dasar hasil nilai UN ini akan menggeser pola pelatihan guru. Jika sebelumnya pola pelatihan guru dilakukan secara umum dan massal. Tetapi mulai tahun ini akan diubah menjadi lebih fokus pada permasalahan atau kelemahan.
“Tentunya hasil UN akan kita jadikan rujukan bagi perbaikan proses pembelajaran. Dengan adanya hasil UN ini akan ditarik per zona, saya rasa akan lebih mudah melakukan intervensi peningkatan pembelajaran di kelas. Tentunya akan terjadi proses peer teaching yang baik dan kolaborasi,” tutur Supriano.
Dilanjutkan Dirjen GTK, saat ini modul-modul disiapkan berdasarkan kebutuhan di masing-masing unit-unit pembelajaran di setiap zona. “Bisa jadi di setiap zona akan berbeda modul pelatihannya. Di pelatihan ini kita berfokus kepada masalah yang ada,” jelasnya.
Angket Ujian Nasional
Pada UN 2019, Kemendikbud memberikan angket yang diisi oleh siswa, guru, maupun kepala sekolah. Sebanyak 682.603 siswa dari 14.796 sekolah (33% dari populasi sekolah UNBK) sebagai responden angket UN di jenjang SMP/MTs. Hasil angket tersebut memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang aspek kognitif yang menjadi determinan capaian UN. Pengisian angket dilakukan secara sukarela di hari terakhir UN.
Dijelaskan Totok, angket hasil UN ini dapat dijadikan landasan pembuatan kebijakan, khususnya oleh pemerintah daerah. “Kita memberikan rekomendasinya, nanti yang mengeksekusi kabupaten/kota/provinsi. Sudah saatnya kebijakan berdasarkan evidence, bukan selera,” terang Kepala Balitbang.
“Tahun depan kita lengkapi, mudah-mudahan lebih komprehensif. Sehingga suara siswa lebih terdengar oleh kita,” tambah Totok.
Pada angket UN 2019 siswa diminta menjawab latar belakang pendidikan ayah, ibu, serta kuantitas kepemilikan barang di rumah. Terdapat 24,3% dari total responden angket UN yang capaian UN-nya tinggi berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi lemah. Mereka merupakan siswa berdaya juang atau memiliki ketahanmalangan, yakni siswa dengan pendidikan ayah atau ibu maksimal lulusan SMP, serta hanya memiliki 4 jenis barang dengan kuantitas hanya satu per jenisnya ternyata mampu mencapai nilai UN lebih dari 55.
Salah satu hasil angket yang cukup menggembirakan adalah temuan bahwa kesadaran siswa untuk bergotong royong sangat baik. "Kesadaran untuk saling berbagi dan bekerja sama di lingkungan sekolah cukup baik. Seperti kesediaan untuk berbagi makanan, belajar bersama, bekerja sama dalam kegiatan sekolah, dan lain-lain," kata Totok.
Kemudian, angket juga menunjukkan bahwa cukup banyak siswa mengetahui potensi dirinya. "Maka menjadi tanggung jawab orang tua, pendidik, serta masyarakat untuk memberikan jalur pengembangan potensi di beragam aspek," pesan Totok.
Sumber:
- kemdikbud.go.id
Ekspansi atau Perluasan penyelenggaraan UNBK tersebut diiringi dengan kenaikan nilai sekolah-sekolah penyelenggara UNBK dibanding tahun 2018. "Kenaikan nilai tertinggi terjadi pada mata pelajaran Matematika," disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Totok Suprayitno, di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
"Tren (kecenderungan, pdn.) rerata kenaikan nilai murni di SMP negeri sebanyak 1,67 poin, sedangkan SMP swasta sebanyak 2,11 poin. Kemudian MTs negeri sebanyak 1,58 poin, sedangkan MTs swasta sebanyak 1,34 poin," tambah Totok Suprayitno.
Untuk pendidikan kesetaraan yaitu Paket B atau Wustho, terjadi peningkatan jumlah peserta UNBK dari 79,639 ribu peserta (2018) menjadi 118,885 ribu (2019). Nilai rerata UN untuk mata pelajaran Matematika naik 1,32, sedangkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meningkat 0,36 poin. "Berdasarkan distribusi nilai, terlihat perbedaan profil peserta 2019 dibandingkan tahun 2018 adalah bertambahnya peserta didik dengan rerata nilai kurang dari 40," jelas Totok.
Koreksi nilai terjadi pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan ujian nasional berbasis kertas dan pensil (UNKP) pada tahun 2018 dengan indeks integritas ujian nasional (IIUN) rendah yang kemudian beralih menjadi sekolah penyelenggara UNBK di tahun 2019. "Sekolah-sekolah yang IIUN rendah tersebut terkoreksi nilainya hingga 12,20 poin. Namun, sekolah-sekolah UNKP dengan IIUN tinggi meningkat sebesar 0.31 poin," ujar Kepala Balitbang.
“Dengan UNBK refleksinya menjadi lebih jernih. Kelemahannya di mana, kekuatannya di mana, dari setiap mata pelajaran itu diketahui. Bayangkan, kalau dengan kecurangan, siswa itu sebenarnya tidak bisa menjawab soal itu, tetapi seolah-olah bisa mengerjakan. Sehingga tidak dapat intervensi yang diperlukan. Harusnya gurunya masih perlu dilatih, tetapi tidak,” jelasTotok.
Irjen Kemendikbud Muchlis Rantoni Luddin menyatakan bahwa sepanjang pelaksanaan UN SMP/sederajat tahun 2019, Pos Pengaduan Itjen menerima 86 laporan dari masyarakat. Namun, setelah ditelusuri dan dilakukan pemeriksaan/verifikasi di lapangan, hanya 55 kasus yang dapat ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku. "Dari 55 kasus ini terbagi dua. Ada tiga siswa melanggar pada dua mata pelajaran sekaligus. Dan ada 52 siswa melanggar pada satu mata pelajaran," tutur Irjen.
Selanjutnya, Irjen Muchlis merekomendasikan sanksi sesuai aturan yang berlaku dan bobot kesalahannya. Selain kepada siswa, sanksi juga akan diberikan kepada pengawas, proktor, dan kepala sekolah penyelenggara ujian nasional yang ditemukan praktik kecurangan. Dan untuk pertama kalinya, Kemendikbud memberikan nilai nol bagi peserta didik yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sementara itu, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi mengapresiasi peningkatan UNBK pada jenjang SMP/sederajat. Hasil UN menjadi semakin kredibel dan berintegritas sehingga bisa digunakan untuk menjadi dasar perbaikan, khususnya untuk memenuhi standar minimal yang ditetapkan. UNBK menjadi faktor pengkoreksi (correcting factor) bagi UNKP, sedangkan posisi UNBK menjadi pengkoreksi hasil ujian sekolah. “Hasil UN dapat menggambarkan kondisi riil peserta didik kita,” kata Bambang.
Ujian ulangan bagi peserta UN yang terbukti melakukan kecurangan dilakukan pada tanggal 12 Juni 2019, secara teknisnya akan dilaksanakan oleh Puspendik dengan moda UNBK. Hal ini sesuai dengan prinsip edukatif yang diterapkan dalam penyelenggaraan UN Tahun 2019. “Sebagai salah satu bentuk penerapan sanksi, siswa yang terbukti melakukan kecurangan, nilainya ditangguhkan sampai dengan peserta didik selesai melakukan ujian ulangan. Jadi belum bisa diumumkan saat ini,” tutur Bambang.
Dijelaskan oleh Bambang Suryadi, bahwa Sertifikat Hasil UN (SHUN) hanya diterbitkan satu kali. Sehingga bagi peserta yang melakukan pelanggaran, SHUN-nya akan diterbitkan setelah ujian ulangan.
Follow Up Hasil UN
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendorong agar hasil ujian nasional dapat menjadi data landasan perbaikan pembelajaran. Informasi hasil ujian nasional selama lima tahun terakhir (tahun 2015 sampai 2019) dapat diketahui oleh masyarakat melalui laman http://puspendik.kemdikbud.go.id/hasilun. Informasi yang ditampilkan cukup beragam, di antaranya gambaran umum capaian satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional yang dapat dilihat dari statistik umum.
Sedangkan informasi detail tentang capaian di setiap butir soal juga dapat dipelajari dari laman tersebut. "Informasi yang tersedia dapat menjadi refleksi atau umpan balik bagi pembelajaran di setiap satuan pendidikan serta landasan kebijakan berorientasi mutu," kata Totok.
Setiap tahun, menurut Totok, hasil UN diberikan sampai level analisis capaian butir soal. Hal ini bermanfaat untuk mendiagnosa kelemahan pembelajaran. "Peta diagnosa hasil UN di suatu zona, dapat digunakan untuk mengatur strategi peer teaching dalam satu zona. Peer teaching tersebut berguna untuk memperbaiki strategi pembelajaran di kelas," terangnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas), Harris Iskandar menyatakan akan segera melakukan item analysis dengan Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang untuk menetapkan strategi perbaikan. “Kami mohon dari GTK, karena ini para tutornya juga banyak yang belum mendapatkan pelatihan higher order thinking skills. Mudah-mudahan dari sini kita segera bisa menyelesaikannya,” tuturnya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano menjelaskan dengan dasar hasil nilai UN ini akan menggeser pola pelatihan guru. Jika sebelumnya pola pelatihan guru dilakukan secara umum dan massal. Tetapi mulai tahun ini akan diubah menjadi lebih fokus pada permasalahan atau kelemahan.
“Tentunya hasil UN akan kita jadikan rujukan bagi perbaikan proses pembelajaran. Dengan adanya hasil UN ini akan ditarik per zona, saya rasa akan lebih mudah melakukan intervensi peningkatan pembelajaran di kelas. Tentunya akan terjadi proses peer teaching yang baik dan kolaborasi,” tutur Supriano.
Dilanjutkan Dirjen GTK, saat ini modul-modul disiapkan berdasarkan kebutuhan di masing-masing unit-unit pembelajaran di setiap zona. “Bisa jadi di setiap zona akan berbeda modul pelatihannya. Di pelatihan ini kita berfokus kepada masalah yang ada,” jelasnya.
Angket Ujian Nasional
Pada UN 2019, Kemendikbud memberikan angket yang diisi oleh siswa, guru, maupun kepala sekolah. Sebanyak 682.603 siswa dari 14.796 sekolah (33% dari populasi sekolah UNBK) sebagai responden angket UN di jenjang SMP/MTs. Hasil angket tersebut memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang aspek kognitif yang menjadi determinan capaian UN. Pengisian angket dilakukan secara sukarela di hari terakhir UN.
Dijelaskan Totok, angket hasil UN ini dapat dijadikan landasan pembuatan kebijakan, khususnya oleh pemerintah daerah. “Kita memberikan rekomendasinya, nanti yang mengeksekusi kabupaten/kota/provinsi. Sudah saatnya kebijakan berdasarkan evidence, bukan selera,” terang Kepala Balitbang.
“Tahun depan kita lengkapi, mudah-mudahan lebih komprehensif. Sehingga suara siswa lebih terdengar oleh kita,” tambah Totok.
Pada angket UN 2019 siswa diminta menjawab latar belakang pendidikan ayah, ibu, serta kuantitas kepemilikan barang di rumah. Terdapat 24,3% dari total responden angket UN yang capaian UN-nya tinggi berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi lemah. Mereka merupakan siswa berdaya juang atau memiliki ketahanmalangan, yakni siswa dengan pendidikan ayah atau ibu maksimal lulusan SMP, serta hanya memiliki 4 jenis barang dengan kuantitas hanya satu per jenisnya ternyata mampu mencapai nilai UN lebih dari 55.
Salah satu hasil angket yang cukup menggembirakan adalah temuan bahwa kesadaran siswa untuk bergotong royong sangat baik. "Kesadaran untuk saling berbagi dan bekerja sama di lingkungan sekolah cukup baik. Seperti kesediaan untuk berbagi makanan, belajar bersama, bekerja sama dalam kegiatan sekolah, dan lain-lain," kata Totok.
Kemudian, angket juga menunjukkan bahwa cukup banyak siswa mengetahui potensi dirinya. "Maka menjadi tanggung jawab orang tua, pendidik, serta masyarakat untuk memberikan jalur pengembangan potensi di beragam aspek," pesan Totok.
Sumber:
- kemdikbud.go.id
0 Comments